Nabi Kita Bersabda: “....Wajib atas kalian memegang teguh Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyin. Gigitlah Sunnah tersebut dengan gigi gerahammu dan jauhilah perkara baru dalam agama (Bid'ah karena bid'ah adalah sesat) (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)

Menjadi Sebaik baiknya Insan Penuh Kemanfaatan

Seorang Hamba Yang berusaha Mencari Khasanah Ilmu Islam Yang Belandaskan Pemahaman Salafush Shalih

Minggu

Adab Islami di Musim Penghujan

Oleh: Abu ‘Umair Muhammad Nur Ikhwan Muslim
الحمد لله الذي نصب من كل كائن على وحدانيته برهانا, و تصرف قي خليقته كما شاء عزا و سلطانا, و عم المذنبين بحمله و رحمته عفوا وغفرانا. و الصلاة و السلام على محمد و عبلى آله. و بعد.
Musim kemarau berlalu, berganti dengan musim penghujan. Suatu hal yang patut disyukuri karena Allah ta’ala masih menurunkan Rahmat-Nya kepada kita mengingat dosa-dosa anak Adam sedemikian derasnya terjadi saat ini, sehingga jika kita mau memperhatikan, hampir seluruh dosa umat-umat terdahulu telah dilakukan oleh umat manusia pada saat ini.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kemarau akan menimpa suatu kaum yang bermaksiat kepada Allah, sedangkan hujan yang diturunkan kepada mereka merupakan Rahmat Allah ta’ala kepada hewan ternak. Asy Syaukani dalam Nailul Authar 4/26 mengatakan,

أَنَّ نُزُولَ الْغَيْثِ عِنْدَ وُقُوعِ الْمَعَاصِي إنَّمَا هُوَ رَحْمَةٌ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى لِلْبَهَائِمِ
“Sesungguhnya turunnya hujan tatkala maksiat tersebar hanyalah Rahmat dari Allah ta’ala kepada hewan ternak”. Akankah kita mau berpikir?


Terkait dengan hujan, seorang muslim selayaknya mengetahui berbagai adab yang telah dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hujan turun. Beliau telah memberikan teladan kepada umatnya dalam seluruh perkara, tidak terkecuali dalam permasalahan ini. Bahkan setiap muslim patut mengetahui berbagai tuntunan syari’at dalam setiap perkara agar mampu mengamalkannya, sehingga pahala akan senantiasa mengalir kepada dirinya. Oleh karena itu, melalui artikel ini, kami berusaha untuk memaparkan berbagai adab yang dituntunkan ketika Allah menurunkan hujan-Nya ke permukaan bumi. Semoga Allah menjadikan amalan ini bermanfaat bagi diri kami pribadi dan kaum muslimin, sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kami memohon hidayah dan ‘inayah.

Asal Muasal Hujan
Sebagian pelajar atau mahasiswa mungkin telah mengetahui asal muasal hujan secara spesifik ketika mempelajarinya di bangku sekolah atau kuliah. Pada kesempatan ini, kita sedikit menyimak perkataan para ulama mengenai asal muasal terjadinya hujan. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka juga mengetahui pengetahuan alam yang bersifat teoritis.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
أَمَّا الْمَطَرُ : فَإِنَّ اللَّهَ يَخْلُقُهُ فِي السَّمَاءِ مِنْ السَّحَابِ وَمِنْ السَّحَابِ يَنْزِلُ كَمَا قَالَ تَعَالَى : { أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ} { أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ } وَقَالَ تَعَالَى : { وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا } وَقَالَ تَعَالَى : { فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلاَلِهِ } أَيْ مِنْ خِلاَلِ السَّحَابِ . وَقَوْلُهُ فِي غَيْرِ مَوْضِعٍ مِنْ السَّمَاءِ : أَيْ مِنْ الْعُلُوِّ وَالسَّمَاءُ اسْمُ جِنْسٍ لِلْعَالِي قَدْ يَخْتَصُّ بِمَا فَوْقَ الْعَرْشِ تَارَةً وَبِالْأَفْلَاكِ تَارَةً وَبِسَقْفِ الْبَيْتِ تَارَةً لِمَا يَقْتَرِنُ بِاللَّفْظِ وَالْمَادَّةُ الَّتِي يُخْلَقُ مِنْهَا الْمَطَرُ هِيَ الْهَوَاءُ الَّذِي فِي الْجَوِّ تَارَةً وَبِالْبُخَارِ الْمُتَصَاعِدِ مِنْ الْأَرْضِ تَارَةً وَهَذَا مَا ذَكَرَهُ عُلَمَاءُ الْمُسْلِمِينَ وَالْفَلَاسِفَةُ يُوَافِقُونَ عَلَيْهِ .

“Adapun hujan, Allah menciptakannya dalam awan yang terletak di angkasa raya, dari awan itulah hujan tersebut turun sebagaimana firman Allah ta’ala,

أَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (٦٨)أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (٦٩)
“Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kami-kah yang menurunkannya?” (Al Waaqi’ah: 68-69).

وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا (١٤)
“Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah” (An Nabaa’: 14).
فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ (٤٣)
“Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya” (An Nuur: 43). Maksudnya adalah dari celah-celah awan.
Firman Allah مِنْ السَّمَاءِ dalam berbagai memiliki maksud مِنْ الْعُلُوِّ (dari arah atas). Lafadz as sama’ merupakan kata benda yang diperuntukkan bagi segala sesuatu yang berada di atas, terkadang diperuntukkan bagi sesuatu yang berada di atas ‘arsy, terkadang diperuntukkan bagi bintang-bintang, terkadang lafadz tersebut digunakan untuk atap rumah tergantung penempatan lafadz tersebut. Sedangkan unsur penyusun hujan adalah udara yang berasal dari angkasa atau uap air yang berasal dari bumi, inilah yang dikatakan oleh ulama kaum muslimin dan disetujui oleh para filsuf (Majmu’ Fatawa 24/262).

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah berkata,
ذكر العلماء أن بخار ماء البحار قد يجتمع منه الماء في السحب بأمر الله سبحانه، وقد يخلق الماء في الجو فيمطر به الناس بأمر الله سبحانه، وهو القادر على كل شيء، كما قال سبحانه وتعالى: {إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ}، والله جل وعلا أعلم بما يصلح عباده، فقد يكون تجمع هذه المياه بإذن الله من البحار ثم يجعله الله عذبًا بعد ذلك في الفضاء يقلبه الله من ملوحة إلى كونه عذبًا، ويسوقه في السحاب إلى ما يشاء سبحانه وتعالى من الأراضي المحتاجة إلى ذلك كما يشاء جل وعلا.
وقد يخلق الله سبحانه الماء في الجو فتحمله السحب والرياح إلى أماكن محتاجة إلى ذلك، ذكر هذا المعنى ابن القيم – رحمه الله – في كتابه مفتاح دار السعادة، وذكره غيره
“Para ulama mengatakan bahwa uap air yang berasal dari laut terkadang terkumpul di awan membentuk air hujan dengan ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala, terkadang air hujan tersebut terbentuk di angkasa, kemudian dengan ketentuan Allah hujan tersebut turun kepada manusia, Dia Mahakuasa untuk berbuat hal tersebut, sebagaimana firman-Nya,
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (٨٢)
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia” (Yaasin: 82).

Allah Mahatahu terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan para hamba-Nya. Maka terkadang dengan izin Allah seluruh air ini terkumpul dari samudera kemudian Allah menjadikannya tawar di angkasa, Dia merubah air tersebut, yang semula asin menjadi tawar. Sesuai kehendak-Nya, Allah menggiring air yang berada dalam awan ke berbagai belahan bumi yang membutuhkan. Terkadang Allah menciptakan air tersebut di angkasa, kemudian awan dan angin membawanya ke berbagai tempat yang membutuhkan. Hal di atas telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab beliau Miftaah Daaris Sa’adah, juga disebutkan oleh ulama selain Ibnul Qoyyim” (Majmu Fatawa Ibni Baaz 13/87).

Hanya Allah yang Mengetahui Kapan Turunnya Hujan
Waktu turunnya hujan merupakan salah satu dari mafatihul ghaib (kunci-kunci perkara gaib) yang hanya diketahui oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak ada yang mampu mengetahuinya melainkan Allah semata. Allah ta’ala berfirman,
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ (٥٩)
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri” (Al An’aam: 59).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا اللَّهُ لاَ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ إِلَّا اللَّهُ وَلَا يَعْلَمُ مَا تَغِيضُ الْأَرْحَامُ إِلَّا اللَّهُ وَلَا يَعْلَمُ مَتَى يَأْتِي الْمَطَرُ أَحَدٌ إِلَّا اللَّهُ وَلَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ وَلَا يَعْلَمُ مَتَى تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا اللَّهُ
“Kunci-kunci gaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah semata. Tidak ada yang mengetahui kejadian di masa depan melainkan Allah semata, tidak ada yang mengetahui apa yang berada di rahim seorang ibu melainkan Allah, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan turunnya hujan melainkan Allah semata. Tidak satupun jiwa mengetahui dimana dirinya akan mati dan tidak ada yang mengetahui kapan terjadi kiamat melainkan Allah semata” (HR. Bukhari nomor 4328).
Dalam riwayat lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مفاتح الغيب خمس إن الله عنده علم الساعة وينزل الغيث ويعلم ما في الأرحام وما تدري نفس ماذا تكسب غدا وما تدري نفس بأي أرض تموت
“Kunci-kunci gaib itu ada lima, sesungguhnya hanya Allah yang mengetahui waktu terjadinya kiamat, turunnya hujan dan apa yang berada dalam rahim. Tidak seorang pun mengetahui apa yang akan dialaminya besok dan di belahan bumi mana ajal menjemputnya” (HR. Bukhari nomor 1039).

Oleh karena itu barangsiapa yang mengaku memiliki ilmu gaib untuk mengetahui waktu turunnya hujan sungguh dirinya telah kafir dan murtad dari Islam karena merampas hak prerogatif Allah subhanahu wa ta’ala. Wallahu a’lam.
Catatan: Jika seorang bisa memperkirakan waktu turunnya hujan dengan menggunakan alat-alat yang mendukung tersebut maka ini tidak termasuk mengetahui yang gaib karena sebagaimana penjelasan Syeikh Sholih as Suhaimi yang saya dengar sendiri ketika daurah di Malang beberapa waktu yang lewat bahwa yang dimaksud mengetahui hal yang gaib adalah jika tanpa alat pembantu, ed.

Hanya Allah yang Mampu Menurunkan Hujan
Keyakinan bahwa turunnya hujan dengan perantaraan bintang, baik dengan peredarannya maupun dengan berbagai tandanya merupakan perkara jahiliyah yang telah dilarang oleh Islam dan tergolong sebagai kekafiran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لَا يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ
“Empat perkara di tengah-tengah umatku yang termasuk perbuatan jahiliyah, dan tidak mereka tinggalkan, yaitu berbangga diri dengan kemuliaan nasab (leluhur), mencela keturunan, menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang dan meratapi mayit” (HR. Muslim 934).
Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah ta’ala berfirman,
وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ
“Adapun orang yang mengatakan, “Kita diberi hujan disebabkan bintang ini dan bintang itu, maka orang tersebut kafir terhadap-Ku dan beriman kepada bintang-bintang” (HR. Muslim nomor 71).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ السَّمَاءِ مِنْ بَرَكَةٍ إِلَّا أَصْبَحَ فَرِيقٌ مِنْ النَّاسِ بِهَا كَافِرِينَ يُنْزِلُ اللَّهُ الْغَيْثَ فَيَقُولُونَ الْكَوْكَبُ كَذَا وَكَذَ
“Tidaklah Allah menurunkan berkah dari langit (yaitu hujan, ed), melainkan sebagian manusia ada yang menjadi kafir karenanya. Allah yang menurunkan hujan namun mereka mengatakan: “Bintang ini dan bintang itu yang menurunkan hujan” (HR. Muslim nomor 73).

Imam Asy Syafi’i dalam al Umm 1/418 mengatakan,
أن من قال : مطرنا بفضل الله ورحمته فذلك إيمان بالله لأنه يعلم أنه لا يمطر ولا يعطي إلا الله عز وجل وأما من قال مطرنا بنوء كذا وكذا على ما كان بعض أهل الشرك يعنون من إضافة المطر إلى أنه أمطره نوء كذا فذلك كفر كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لأن النوء وقت والوقت مخلوق لا يملك لنفسه ولا لغيره شيئا ولا يمطر ولا يصنع شيئا فأما من قال : مطرنا بنوء كذا على معنى مطرنا بوقت كذا فإنما ذلك كقوله : مطرنا في شهر كذا ولا يكون هذا كفرا وغيره من الكلام أحب إلي منه قال الشافعي : أحب أن يقول : مطرنا في وقت كذا وقد روى عن عمر أنه قال يوم الجمعة وهو على المنبر: كم بقى من نوء الثريا؟ فقام العباس فقال لم يبق منه شئ إلا العواء فدعا ودعا الناس حتى نزل عن المنبر فمطر مطرا حيى الناس منه وقول عمر هذا يبين ما وصفت لانه إنما أراد: كم بقى من وقت الثرياء؟ ليعرفهم بأن الله عزوجل قدر الامطار في أوقات فيما جربوا كما علموا أنه قدر الحر والبرد بما جربوا في أوقات
“Barangsiapa yang mengatakan, “Hujan turun karena karunia Allah dan rahmat-Nya”, maka hal tersebut merupakan bentuk keimanan kepada Allah. Sebab dirinya mengetahui bahwa tidak ada yang mampu menurunkan dan memberikan hujan melainkan Allah ‘azza wa jalla.
Adapun orang yang mengatakan, “Hujan turun karena bintang ini dan bintang itu”, sebagaimana yang dikatakan oleh kaum musyrikin, maksudnya menisbatkan turunnya hujan kepada bintang tertentu, maka hal tersebut adalah kekafiran, seperti yang telah disabdakan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab, nau’ (gugusan bintang) hanyalah petunjuk waktu dan dia adalah makhluk. Sedikitpun tidak kuasa terhadap dirinya sendiri, apalagi terhadap selainnya. Tidak kuasa menurunkan hujan dan melakukan suatu apapun.

Adapun orang yang mengatakan, “Hujan turun karena bintang ini” dengan maksud hujan turun pada waktu munculnya bintang ini,maka perkataan ini seperti perkataan, “Hujan turun pada bulan ini”. Hal ini bukan kekafiran, namun saya lebih menyukai perkataan lain daripada ucapan tersebut.
Saya (Asy Syafi’i) lebih menyukai ucapan “Hujan turun pada waktu ini.”
Telah diriwayatkan dari ‘Umar ibnul Khaththab radliallahu ‘anhu, bahwa ia berkata di atas mimbar pada hari Jum’at: ‘Berapakah gugusan bintang yang masih terlihat?’ Al ‘Abbas bangkit lalu berkata, ‘Tidak ada satupun yang terlihat kecuali suara lolongan.’ Maka beliau berdo’a dan orang-orang pun turut berdo’a, kemudian beliau turun dari mimbar. Tidak lama kemudian turunlah hujan sehingga orang-orang bersuka cita menyambutnya.
Perkataan ‘Umar itu menjelaskan apa yang saya (Asy Syafi’i) uraikan di atas, sebab maksud beliau adalah: ‘Berapa lamakah waktu gugusan bintang masih terlihat?’ Tujuannya untuk menjelaskan kepada mereka, Allah subhanahu wa ta’ala telah menetapkan turunnya hujan menurut pengalaman yang biasa mereka alami selama ini, sebagaimana mereka mengetahui bahwa Allah telah menetapkan waktu musim panas dan dingin menurut pengalaman yang biasa mereka alami.”

Imam An Nawawi dalam Al Adzkar (1/182)mengatakan
قال العلماء : إن قال مسلم : مطرنا بنوء كذا ، مريدا أن النوء هو الموجد والفاعل المحدث للمطر ، صار كافرا مرتدا بلا شك ، وإن قاله مريدا أنه علامة لنزول المطر ، فينزل المطر عند هذه العلامة ، ونزوله بفعل الله تعالى وخلقه سبحانه ، لم يكفر. واختلفوا في كراهته ، والمختار أنه مكروه ، ولأنه من ألفاظ الكفار ، وهذا ظاهر الحديث ، ونص عليه الشافعي رحمه الله في ” الأم ” وغيره ، والله أعلم.
“Para ulama berkata, “Apabila seorang muslim mengatakan, “Hujan turun karena bintang ini”, dengan maksud bintang tersebut yang menciptakan dan menurunkan hujan, maka dirinya kafir, murtad tanpa ada keraguan. Apabila dia mengatakannya dengan niat bintang tersebut adalah tanda turunnya hujan, dan (biasanya) hujan akan turun tatkala tanda tersebut muncul, sedangkan (dirinya meyakini) bahwa Allah-lah yang menurunkan hujan tersebut, maka dia tidak kafir. Namun para ulama berselisih pendapat mengenai hukum ucapan tersebut, makruh ataukah tidak. Pendapat yang terkuat perbuatan tersebut hukumnya makruh, karena kata-kata tersebut termasuk ucapan orang-orang kafir. Itulah makna yang tersurat dari hadits tersebut. Asy Syafi’i rahimahullah telah menegaskan hal ini dalam ‘Al Umm’ dan kitab lainnya. Wallahu a’lam.”

Adab-adab Tatkala Turun Hujan
Setelah mengikuti berbagai penjelasan ulama di atas tiba saatnya kami memaparkan beberapa adab yang dituntunkan tatkala hujan terjadi. Secara ringkas, akan kami sampaikan beberapa adab yang kami ringkas dari risalah ‘Shalatul Istisqa’ karya Syaikh Dr. Sa’id bin ‘Ali Al Qahthani dengan beberapa penambahan.

1. Takut dan khawatir terhadap siksa Allah
Ummul Mukminin ‘Aisyah radliallahu ‘anha pernah berkata,
ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم مستجمعا ضاحكا حتى أرى منه لهواته إنما كان يبتسم قالت وكان إذا رأى غيما أو ريحا عرف ذلك في وجهه فقالت يا رسول الله أرى الناس إذا رأوا الغيم فرحوا رجاء أن يكون فيه المطر وأراك إذا رأيته عرفت في وجهك الكراهية ؟ قالت فقال يا عائشة ما يؤمنني أن يكون فيه عذاب قد عذب قوم بالريح وقد رأى قوم العذاب فقالوا هذا عارض ممطرن
“Aku tidak pernah melihat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga terlihat lidahnya, beliau hanya tersenyum. Apabila beliau melihat awan mendung dan mendengar angin kencang, maka wajah beliau akan segera berubah. ‘Aisyah berkata kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai rasulullah aku memperhatikan apabila manusia melihat awan mendung, maka mereka bergembira karena mengharap hujan akan turun. Namun, aku memperhatikan dirimu, jika mendung datang, kegelisahan nampak di wajahmu? ‘Aisyah berkata, “Maka rasulullah pun menjawab, “Wahai ‘Aisyah tidak ada yang dapat menjaminku, bahwa awan tersebut mengandung adzab. Sungguh suatu kaum telah diadzab dengan angin kencang sedangkan mereka mengatakan, “Inilah awan yang akan mengirimkan hujan kepada kami” (Al Ahqaaf: 24)” (HR. Muslim nomor 899).

An Nawawi rahimahullah mengatakan,
فيه الاستعداد بالمراقبة لله والالتجاء إليه عند اختلاف الأحوال وحدوث ما يخاف بسببه وكان خوفه صلى الله عليه وسلم أن يعاقبوا بعصيان العصاة وسروره لزوال سبب الخوف
“Dalam hadits ini terkandung anjuran untuk senantiasa merasa diawasi oleh Allah dan berlindung pada-Nya tatkala terjadi perubahan cuaca dan nampak penyebab sesuatu yang ditakutkan. Rasa takut beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut karena khawatir umat beliau akan diadzab dengan sebab kemaksiatan yang dilakukan oleh para pelaku maksiat dan beliau akan kembali gembira ketika sebab yang menimbulkan ketakutan telah berlalu (dalam hal ini awan mendung dan angin kencang-pent)” (Syarh Shahih Muslim 6/196).

2. Berdo’a ketika turun hujan
Apabila hujan turun maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berdo’a. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah radliallahu ‘anha bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat hujan, maka beliau berdo’a dengan lafadz,
اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
“Ya Allah, turunkanlah hujan yang baik dan bermanfaat” (HR. Bukhari nomor 1032).
Dalam al Umm (1/223-224) imam Asy Syafi’i menyebutkan sebuah hadits mursal, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اطْلُبُوا اسْتِجابَةَ الدُّعاءِ عِنْدَ التقاءِ الجُيُوشِ وَإقامَةِ الصَّلاةِ وَنُزُولِ الغَيْثِ
“Bergegaslah berdo’a di waktu yang mustajab, yaitu ketika bertemunya dua pasukan di medan pertempuran, shalat hendak dilaksanakan, dan turunnya hujan.”
Imam Ibnul Qayyim juga menyebutkan hal ini dalam kitabnya Zaadul Ma’ad (1/439).

3. Memperbanyak rasa syukur kepada Allah
Bumi yang semula tandus akan kembali subur ketika hujan membasahinya, hal ini merupakan salah satu nikmat Allah yang diturunkan kepada para hamba-Nya dan patut disyukuri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (١٢)
“Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Mahaterpuji” (Luqman: 12).

Imam An Nawawi dalam Al Adzkar (1/182) berkata,
ويستحب أن يشكر الله سبحانه وتعالى على هذه النعمة ، أعني نزول المطر.
“Dianjurkan untuk bersyukur kepada Allah atas curahan nikmat ini, yaitu nikmat diturunkannya hujan.”

4. Mengguyur sebagian badan dengan air hujan
Dari Anas radliallahu ‘anhu, dia berkata,
أصابنا ونحن مع رسول الله صلّى الله عليه وسلّم مطر، قال: فحسر رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ثوبه حتى أصابه من المطر، فقلنا يا رسول الله لم صنعت هذا؟ قال: “لأنه حديث عهد بربه
“Hujan mengguyur kami beserta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap sebagian bajunya sehingga hujan membasahi sebagian tubuhnya. Kami bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau lakukan hal itu? Beliau menjawab, “Aku melakukannya karena hujan tersebut adalah rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah” (HR. Muslim nomor 898).

An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 6/196 mengatakan,
معنى حديث عهد بربه أي بتكوين ربه اياه ومعناه أن المطر رحمة وهي قريبة العهد بخلق الله تعالى لها فيتبرك بها وفي هذا الحديث دليل لقول أصحابنا أنه يستحب عند أول المطر أن يكشف غير عورته ليناله
“Makna dari ucapan beliau ‘حديث عهد بربه’ adalah hujan ini semata-mata dibentuk oleh Rabb-nya, maksudnya adalah hujan tersebut adalah rahmat yang baru saja diciptakan Allah ta’ala, maka beliau bertabarruk dengannya. Hadits ini merupakan dalil bagi pendapat rekan-rekan kami (para ulama bermazhab Syafii, ed) yang menyatakan bahwa dianjurkan menyingkap bagian tubuh selain aurat ketika permulaan hujan agar hujan mengguyur tubuhnya.”
Muhammad bin Abu Bakr Az Zur’i juga menyebutkan hal yang senada dalam kitabnya Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khairil ‘Ibad (1/439).

5. Berdzikir setelah turunnya hujan
Hal ini berdasarkan kandungan yang tersirat dalam hadits Zaid bin Khalid Al Jahni radliallahu ‘anhu , beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ
“Hujan diturunkan kepada kami dengan karunia dan rahmat-Nya” (HR. Bukhari nomor 1038, Muslim nomor 71).

6. Berdo’a agar cuaca dicerahkan kembali
Apabila hujan turun dengan derasnya, maka kita dianjurkan untuk berdo’a kepada Allah agar cuaca dicerahkan kembali, sebagaimana hadits Anas, dimana Rasulullah berdo’a dengan lafadz,
اَللَّهُمَّ حَوَالِيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ، وَالجِْبَالِ، وَاْلظَرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Ya Allah turunkanlah hujan di daerah sekitar kami, bukan di daerah kami. Turunkanlah hujan di perbukitan, pegunungan, di lembah-lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan” (HR. Bukhari nomor 933, Muslim nomor 897).

7. Berdo’a ketika mendengar petir
Dari Abdullah ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mendengar suara petir, maka beliau berujar,
اَللَّهُمَّ لاَ تَقْتُلْنَا بِغَضَبِكَ، وَلاَ تُهْلِكُنَا بَعَذَابِكَ، وَعَافِنَا قَبْلَ ذَلِكَ
“Ya Allah, janganlah Engkau hancurkan kami dengan kemarahan-Mu dan janganlah Engkau binasakan kami dengan adzab-Mu, selamatkanlah diri kami sebelum hal tersebut terjadi” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad nomor 721, Tirmidzi nomor 3450, Hakim 4/286, beliau mengatakan, “Shahihul Isnad dan keduanya (Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya) dan hal ini disetujui oleh Adz Dzahabi”. Syaikh Abdul Qadir Al Arnauth dalam takhrij beliau terhadap Al Adzkar hal. 262 mengatakan isnad hadits ini lemah, namun memiliki syahid yang dapat menguatkannya. Al Albani melemahkan hadits ini dalam Adl Dla’ifah nomor 1042).

Dari Abdullah ibnuz Zubair radliallahu ‘anhu dengan status mauquf, bahwasanya beliau tatkala mendengar petir berdo’a dengan do’a berikut,
سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمُدِهِ، وَاْلمَلاَئِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ
“Mahasuci Allah, dimana petir bertasbih dengan memuji-Nya, dan juga malaikat karena takut akan kemarahan-Nya” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad nomor 723; Malik nomor 1801; Ibnu Abi Syaibah nomor 29214, 29216 dengan sanad yang shahih).

Demikan yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini. Semoga pembahasan ini bermanfaat bagi kita semua, sehingga kita mampu melewati musim penghujan ini dengan meraup pahala.
و صلى الله على محمد و على آله و صحبه و من تبعهم إلى يوم الدين.

0 komentar:

RSS 2.0 | Update Artikel Terbaru Dari asysyariah.com

Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Muslimah.or.id

Mereka Adalah Teroris

Kepada Pengunjung Blog: Terima kasih telah sudi mengunjungi / singgah di blog pribadi yang sederhana ini semoga banyak bermanfaat bagi antum sekalian terkhusus bagi ana sendiri... Adapun yang ingin memberi komentar silahkan saja meninggalkan komentarnya di posting komentar yang telah disediakan... Jazakumullah Khoiron

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP